Alice Scott is an eternal optimist still dreaming of her big writing break. Hayden Anderson is a Pulitzer-prize winning human thundercloud. And they’re both on balmy Little Crescent Island for the same reason: To write the biography of a woman no one has seen in years—or at least to meet with the octogenarian who claims to be the Margaret Ives. Tragic heiress, former tabloid princess, and daughter of one of the most storied (and scandalous) families of the 20th Century.
When Margaret invites them both for a one-month trial period, after which she’ll choose the person who’ll tell her story, there are three things keeping Alice’s head in the game.
One: Alice genuinely likes people, which means people usually like Alice—and she has a whole month to win the legendary woman over.
Two: She’s ready for this job and the chance to impress her perennially unimpressed family with a Serious Publication.
Three: Hayden Anderson, who should have no reason to be concerned about losing this book, is glowering at her in a shaken-to-the core way that suggests he sees her as competition.
But the problem is, Margaret is only giving each of them pieces of her story. Pieces they can’t swap to put together because of an ironclad NDA and an inconvenient yearning pulsing between them every time they’re in the same room.
It has been almost two years since she defeated the vengeful spirit of her mother, but Vanja Ros - no longer Schmidt - has finally made a name for herself. She is a God Daughter, a (reformed) thief, a sister (surprisingly!), and now a folk hero. She stands up for those with nothing against the few who have everything, bringing justice and prosperity where she can.
But members of the seven royal families are turning up dead, all found with Vanja’s red penny calling card
on the bodies. And even a beloved woman of the people cannot keep her darkest shadows from the light forever. Deepseated hatred has spurred a forgotten foe into action. As old flames, adversaries, and allies resurface, Vanja must face what it took to become the Pfennigist once and for all.
It will take everything she is to save not only herself and the people she loves, but time as we know it.
"Hati pria sangat berbeda dengan rahim ibu, Mariam.
Rahim tak akan berdarah ataupun melar karena harus menampungmu.
Hanya akulah yang kau miliki di dunia ini,
dan kalau aku mati, kau tak akan punya siapa-siapa lagi.
Tak akan ada siapa pun yang peduli padamu. Karena kau tidak berarti!"
Kalimat itu sering kali diucapkan ibunya setiap kali Mariam bersikeras ingin berjumpa dengan Jalil, ayah yang tak pernah secara sah mengakuinya sebagai anak.
Dan kenekatan Mariam harus dibayarnya dengan sangat mahal. Sepulang menemui Jalil secara diam-diam, Mariam menemukan ibunya tewas gantung diri.
Sontak kehidupan Mariam pun berubah. Sendiri kini dia menapaki hidup. Mengais-ngais cinta di tengah kepahitan sebagai anak haram. Pasrah akan pernikahan yang dipaksakan, menanggung perihnya luka yang disayatkan sang suami. Namun, dalam kehampaan dan pudarnya asa, seribu mentari surga muncul di hadapannya.
Sama seperti The Kite Runner, A Thousand Splendid Suns adalah cerita yang sunggu menyesakkan hati.
The God of the Woods adalah novel kedua Liz Moore yang aku baca. Novel ini memenangkan Goodreads Choice Awards untuk Misteri & Thriller Favorit Pembaca 2024.
Setting-nya di pegunungan Adirondack pada tahun 1975, di mana seorang remaja bernama Barbara Van Laar hilang dari perkemahan musim panas keluarganya. Kehilangannya mengingatkan pada hilangnya saudara laki-lakinya, Bear Van Laar, empat belas tahun sebelumnya. Cerita ini mengungkap rahasia keluarga Van Laar dan komunitas kelas pekerja di sekitarnya.
Seperti novel Liz sebelumnya yang aku baca, Bright Long River, ada elemen drama keluarga di dalamnya. Bagiku, novel ini lebih seperti fiksi slice of life, dengan elemen drama keluarga dan sejarah di dalamnya. Aku merekomendasikan novel ini pada penggemar semua genre.
When Rune makes Gideon an offer he can’t refuse, the two must pair up to accomplish dangerous goals. The more they’re forced into each other’s company, the more Gideon realizes the feelings he had for Rune aren’t as dead and buried as he thought. Now he’s faced with a terrible sacrifice the girl he loves to stop a monster taking back power, or let Rune live and watch the world he fought so hard for burn.
The Keeper of Night karya Kylie Lee Baker adalah novel fantasi gelap yang menggabungkan mitologi Jepang dengan elemen supernatural khas barat. Novel ini mengikuti perjalanan Ren Scarborough, seorang setengah Shinigami (dewa kematian Jepang) dan setengah Reaper (pencabut nyawa dari mitologi Barat). Karena keturunannya yang campuran, Ren menghadapi diskriminasi di London dan memutuskan melarikan diri ke Jepang bersama adiknya, Neven, untuk mencari tempatnya di dunia para Shinigami.
Sesampainya di Jepang, Ren berusaha membuktikan dirinya kepada Yomi, penguasa dunia bawah Jepang, dengan menjalankan tiga tugas berbahaya. Sepanjang perjalanan, ia berhadapan dengan berbagai makhluk dari mitologi Jepang, seperti yūrei (roh gentayangan) dan oni (iblis), serta menemukan sisi dirinya yang lebih gelap dari yang ia duga.
As a Striker, Talin was taught loyalty is life. Loyalty to the Shield who watches your back, to the Strikers who risk their lives on the battlefield, and most of all, to Mara, which was once the last nation free from the Karensa Federation’s tyranny.
But Mara has fallen. And its destruction has unleashed Talin’s worst nightmare.
With her friends scattered by combat and her mother held captive by the Premier, Talin is forced to betray her fellow Strikers and her adopted homeland. She has no choice but to become the Federation’s most deadly war machine as their newest Skyhunter.
Red is no stranger to the cruelty of the Federation or the torture within its Skyhunter labs, but he knows this isn’t the end for Mara – or Talin. The link between them may be weak, but it could be Talin and Red's only hope to salvage their past and safeguard their future.
While the fate of a broken world hangs in the balance, Talin and Red must reunite the Strikers and find their way back to each other in this smoldering sequel to Marie Lu’s Skyhunter.
After suffering devastating loss and making drastic decisions, Zetian finds herself at the seat of power in Huaxia. But she has also learned that her world is not as it seems, and revelations about an enemy more daunting than Zetian imagined forces her to share power with a dangerous man she cannot simply depose. Despite having vastly different ideas about how they must deconstruct the corrupt and misogynist system that plagues their country, Zetian must join this man in a dance of truth and lies and perform their roles to perfection in order to take down their common enemy, who seeks to control them as puppets while dangling one of Zetian’s loved ones as a hostage.
FBI agent Christine Prusik races to track down a serial killer who leaves a peculiar mark on his victims. Forensic anthropologist Christine Prusik has a knack for solving the most unusual cases – and for bending the rules in the process. When the bodies of young women start appearing in the caves of Indiana and Illinois, Christine immediately jumps into action. But her Chicago field office is undergoing a reorganization, and the boys’ club at the top seem more interested in getting all the paperwork in order than solving the murders. Christine isn’t going to let a little red tape stop her, and when she discovers that all the bodies contain the same mysterious pin-sized bruise on the back of their necks, she realizes she’ll have to confront her own inner demons to find the killer.
Novel ini mengisahkan Vera Wong, seorang wanita lanjut usia yang menjalankan kedai teh di Chinatown, San Francisco. Suatu hari, dia menemukan mayat di tokonya dan, karena kurang percaya pada polisi, memutuskan untuk menyelidikinya sendiri.
Buku pertama Jesse yang aku baca. Menurutku, ceritanya memang gabungan antara komedi dan misteri, namun agak kurang masuk akal saja karena disini digambarkan polisi di San Francisco kurang kompeten. Banyak hal yang terlalu disepelekan untuk sebuah penemuan mayat.
Aku banyak membaca banyak review positif dari karya Jesse. Namun, sepertinya aku memang kurang cocok dengan karya Jesse.
Cerita ini berlatar di dunia pasca-revolusi di mana para penyihir, yang dulunya berkuasa, kini diburu tanpa ampun. Tokoh utama, Rune Winters, adalah seorang penyihir yang menyembunyikan identitasnya dengan berpura-pura menjadi sosialita dangkal di siang hari, sementara pada malam hari ia berperan sebagai "Crimson Moth", seorang vigilante yang menyelamatkan sesama penyihir dari eksekusi. Konflik utama muncul ketika Rune mendekati Gideon Sharpe, seorang pemburu penyihir terkenal, untuk mendapatkan informasi penting, tanpa menyadari bahwa Gideon juga memiliki agenda tersembunyi terhadapnya.
Buku kedua Kristen yang aku coba setelah The Last Namsara. Untuk sebuah romantasy, aku cukup menikmati buku ini. Aku merekomendasikan buku ini untuk para penggemar fantasi maupun romantasi.
Cerita ini mengikuti perjalanan Phoebe Stone, berusia 40 tahun, yang baru saja bercerai dengan suaminya. Suaminya sudah nelanjutkan hidup dengan koleganya di tempatnya bekerja. Setelah mengalami berbagai kesulitan ini, dia memutuskan untuk menginap di Cornwall Inn di Newport, Rhode Island.
Tanpa disangka, ia mendapati dirinya terlibat dalam persiapan pernikahan mewah yang berlangsung selama seminggu, yang mengubah rencananya dan membawanya pada refleksi diri yang mendalam.
Tadinya aku dalam fase reading slump, namun di luar dugaan The Wedding People mampu membawaku keluar dari reading slump. Aku menyukai dinamika hubungan antar tokohnya.
Beberapa mungkin menganggap Phoebe ini pahit & terlalu depresi. Namun aku bisa merasakan koneksi dengan Phoebe yang mengalami perceraian yang traumatis.
Pada tahun 1975, di kota kecil Monta Clare, Missouri, gadis-gadis mulai menghilang. Joseph "Patch" Macauley, seorang remaja berusia 13 tahun yang lahir dengan satu mata, menyelamatkan seorang gadis dari serangan, namun kemudian diculik oleh pelaku. Selama penahanannya, Patch bertemu dengan Grace, seorang gadis misterius yang menemaninya dalam kegelapan. Setelah berhasil melarikan diri, Patch terobsesi untuk menemukan Grace, yang tampaknya telah menghilang tanpa jejak. Pencariannya berlangsung selama beberapa dekade, mengubah hidupnya dan orang-orang di sekitarnya.
Novel ini rentang waktu kisahnya 30 tahunan. Buatku waktu yang diperlukan untuk pembeberan fakta dan pengungkapannya terlalu lama dan lambat hingga terasa membosankan. Namun emosi yang kurasakan terhadap tokoh-tokohnya digambarkan dengan baik oleh penulis.
"The Whispering Night" adalah novel ketiga dan penutup dari trilogi "The Luminaries". Novel ini melanjutkan kisah Winnie Wednesday, yang kini posisinya semakin kuat di komunitas Hemlock Falls. Hubungannya dengan Erica Thursday membaik, dan romansa dengan Jay Friday semakin berkembang. Mereka bersiap untuk Nightmare Masquerade, sebuah perayaan besar bagi para Luminary. Namun, kedatangan tamu tak diundang, termasuk seorang Diana bertopeng, membuat keadaan menjadi runyam. Atau malah motivasi untuk Winnie dalam memecahkan petunjuk-petunjuk yang ditinggalkan oleh ayahnya?
Secara keseluruhan semua misteri yang belum terpecahkan di 2 buku pendahulunya terbuka semua disini. Hanya saja, buatku, rasanya terlalu panjang untuk menjadi 3 buku, jadi alurnya terasa lambat, terlebih buku 2 yang biasanya "menanggung kesalahan" dari suatu trilogi. Namun, sekali lagi, ini adalah YA, jadi kecepatan alur menyesuaikan.
Aku akan tetap merekomendasikan novel ini bagi penggemar YA fantasy. Susan menulisnya dengan baik & runut, diksi juga mudah dimengerti. Ada beberapa bagian mengandung sarkasme & kelucuan.
Signa Farrow, berumur sembilan belas tahun dan telah menjadi yatim piatu sejak bayi. Signa tampaknya tidak bisa mati, meskipun sering bersentuhan dengan kematian sejak kecil.
Dia dibesarkan oleh beberapa wali, semua walinya menemui ajal yang tidak terduga. Kerabat terakhir yang tersisa adalah keluarga Hawthorne, keluarga eksentrik yang tinggal Thorn Grove.
Kepala keluarga Hawthorne, Elijah, kehilangan istrinya, Lilian di sebuah pesta yang melibatkan minuman. Putra sulungnya Percy berjuang untuk mengembalikan reputasi keluarganya yang semakin merosot. Putrinya Blythe, menderita sakit misterius yang sama yang merenggut ibunya. Ketika roh Lilian menemui Signa dan mengatakan bahwa dia diracun, Signa menyadari bahwa Blythe akan menjadi korban berikutnya.
Dengan bantuan makhluk gaib bernama Death (Kematian), Signa harus mengungkap kebenaran sambil menghadapi takdirnya.
Permulaan kisah ini sangat menjanjikan, agak tidak biasa idenya. Namun semakin menuju ke belakang, semakin terasa kurang klik buatku. Untuk teman-teman yang menyukai romantasy, mungkin akan cocok dengan buku ini.
Berlatar belakang kerusuhan rasial di Kuala Lumpur pada tahun 1969, cerita ini menceritakan Melati Ahmad, seorang remaja Melayu yang berjuang melawan OCD (gangguan obsesif-kompulsif) yang digambarkan sebagai "jin" yang menghantui pikirannya.
Keinginannya untuk menemukan ibunya di tengah kekacauan, sambil melawan OCD-nya, mengajak pembaca ikut mengalami perjalanan emosional Melati. Karakter pendukung, seperti Vincent, juga memberikan dinamika hubungan yang menyentuh.
Novel ini menghidupkan suasana kacau kerusuhan rasial, menunjukkan ketegangan antara komunitas Melayu dan Tionghoa. Oleh penulis, pembaca diajak memahami dampak tragedi ini pada kehidupan individu.
Hanna Alkaf menggunakan bahasa yang lugas tetapi penuh makna. Dia juga menyisipkan unsur budaya Melayu dengan cermat, memperkaya cerita dengan identitas lokal.
Cerita fiksi sejarah ini cukup berhubungan dengan kita orang Indonesia yang terdiri dari ras Melayu & Tionghoa. Aku merekomendasikan novel ini untuk penggemar fiksi sejarah.
Buku ini mengikuti perjalanan agen FBI Christine Prusik, seorang ahli forensik antropologi, saat ia menyelidiki serangkaian pembunuhan di Indiana. Para korban ditemukan dengan ukiran misterius di leher mereka, sebuah petunjuk yang mengarah ke praktik kuno. Praktik ini mengingatkan Christine akan trauma masa lalunya, yang meninggalkan bekas luka, fisik & psikologis.
Bagi penggemar thriller police procedural dan seri Criminal Minds seperti aku, buku ini sangat menarik dan mendapat perhatian penuh dariku. Mungkin bagi yang tahu persis bagaimana detil forensik antropologi dan police procedural bisa saja beranggapan ini kurang riset, namun untukku orang awam aku cukup menikmati novel ini.
Plot twist menjelang akhir cerita agak umum ditemukan di seri-seri Police Procedural TV, namun buat aku yang penasaran dengan akhir perburuan serial killer ini, cukup membuatku ketagihan. Aku sangat merekomendasikan ini bagi penggemar thriller kriminal & police procedural.
Ini adalah novel fantasi debut YA yang menggabungkan unsur balas dendam, romansa, dan sihir gelap dalam dunia yang terinspirasi dari budaya Pakistan. Ceritanya tentang Dania, seorang anak dari pembuat senjata yang dikhianati dan dipenjara secara tidak adil.
Takdir mempertemukan Dania dengan Noor di penjara. Bersama mereka berhasil melarikan diri dari penjara untuk membalas dendam pada orang-orang yang mengkhianatinya. Untuk Dania, termasuk mantan kekasihnya, Mazin.
Premisnya cukup menarik, karenanya aku mencoba membaca novel debut ini. Kurasa untuk penggemar fantasi boleh memberi novel debut ini kesempatan.