Ratings102
Average rating4.4
Perjalanan Orka untuk mencari putranya, Breca, yang diambil darinya berlanjut di kisah fantasi epik ini. Bloodsworn menempuh perjalanan terus ke selatan untuk menyelamatkan Vol, dengan Varg ikut terus bersama Bloodsworn. Varg pun masih dengan misinya untuk mengetahui siapa pembunuh Froyà, saudara perempuannya.
Elvar terus melanjutkan sumpah darah yang telah diambilnya untuk mengambil kembali putra Uspa, Bjarn, yang dibawa oleh Raven Feeder yang dipimpin oleh Ilska, yang memiliki darah Lik-Rifa sang dewa naga. Namun Elvar harus meyakinkan Battle-Grim untuk mengikutinya, kini pemimpin mereka Agnar telah tiada. Namun bahkan Bloodsworn dan Battle-Grim tidak akan mampu melawan sang dewa naga.
Harapan mereka bergantung pada tulisan Rotta, dewa Tikus, kitab berisi sihir terlarang dengan kekuatan untuk membangkitkan dewa serigala Ulfrir dari kematian.
The Hunger of The Gods Melanjutkan kisah dimana The Shadow of The Gods berakhir. Kalau di buku pertama ada 3 POV (Orka, Varg & Elvar), di buku kedua ada ketambahan 2 POV lagi, Biórr & Gudvar. Di Hunger ini penyesuaianku terhadap diksi, world building serta magic system lebih cepat dibanding ketika aku memulai Shadow.
Porsi Orka disini sekali lagi membuatku kagum akan Mr Gwynne, penulis pria tetapi mampu memberi deskripsi akurat mengenai naluri seorang ibu. Porsi Varg masih mengenai tema found family diantara anggota Bloodsworn. Porsi Elvar yang paling berkembang menurutku. Apabila di Shadow belum terlihat arah akan dibawa kemana karakter Elvar, nah di Hunger mulai terlihat Elvar akan memegang peranan penting dalam cerita.
Untuk aku, sebuah fantasi epik adalah buku yang “sulit”. Selain world building dan magic system yang kompleks, diksi dan kosakata mitologi nordik dan viking yang kurang familiar. Akhir buku kedua sungguh membuat gemas, karena pembaca diberi cliffhanger yang membuat pembaca ingin segera membaca buku ketiga, padahal buku ketiga bahkan belum terbit.
Jika kalian penggemar fantasi epik, seri ini adalah untuk kalian.